Misalnya, dengan cara perlu diperjelas dalam pemberian penghargaan (reward) bagi mereka yang berprestasi dan bagi mereka yang melanggar aturan yang telah ditetapkan hendaknya pemberian hukuman (punish) untuk mendisiplinkan kinerja yang nantinya akan lebih profesional.
Sarana dan prasarana mahasiswa boleh dibilang masih sangat kurang terutama dalam pengembangan laboratorium. Perlunya pengadaan buku-buku teknik yang baru. ”Sangat disayangkan apabila ada peninjauan dari perguruan tinggi lain. Undip yang boleh dikata memiliki kampus yang megah tapi dalam pengadaan buku masih fotokopi,” kritik Nirmolo.
Lain halnya dengan pengamatan Prof Dr AM Djuliati Suroyo. Profesor baru Fakultas Sastra itu menyatakan bidang pengembangan keilmuan dan pengabdian masyarakat di Undip, yang menjadi tolok ukur kehadiran universitas di tengah-tengah masyarakat, nampaknya kurang mendapat sentuhan. Begitu pula pada bidang kebudayaan, masyarakat menurutnya, kurang mengerti mengenai berbagai macam budaya.
Bahkan, ada semacam anggapan bahwa integrasi bangsa yang besar ini belum selesai. Akibat dari kurangnya kemengertian masyarakat tentang budaya itu sendiri. Padahal menurutnya, bila bidang kebudayaan ini mendapatkan perhatian yang cukup serius tidak menutup kemungkinan disintegrasi yang sekarang tengah terjadi dapat selesai tanpa persengketaan. “Nah, pada bidang inilah universitas dituntut untuk menyumbangkan pemikirannya. Sehingga sikap budaya masyarakat bisa semakin meningkat. Imbasnya, paling tidak sikap menghargai sebuah perbedaan akan semakin membudaya,” jelasnya.
Universitas Kebudayaan
Prof Satoto punya konsep sendiri untuk mengembangkan Undip di masa depan. Bahkan Ketua Dewan Riset Daerah Jateng itu sudah menyiapkan buku “Undip Menyongsong Peradaban Abad XXI”. Dalam buku itu, Prof Satoto mengangankan Undip bisa menjadi universitas kebudayaan atau peradaban.
Menurut Prof Satoto, berdasarkan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity and Threat) yang dilakukannya, akan lebih cerdas, relevan dan mencerahkan, bila Undip mengarahkan diri menjadi universitas kebudayaan (culture university) atau universitas peradaban (civility university). Suatu istilah baru yang dapat didefinisikan sebagai "universitas yang mengembangkan kebudayaan dan mengambil peran dalam pencerahan dan transformasi budaya ke dalam masyarakat, sebagai bagian terpadu penciptaan masyarakat madani di Indonesia".
Di satu sisi, peran ini sangat dibutuhkan dalam masyarakat selama era reformasi paska krisis. "Di sisi yang lain, Undip memiliki kompetensi mengambil peran tersebut, karena pengalaman panjang, rentang kepakaran yang luas dan sumber daya pendukung lain yang dimiliki Undip," ungkapnya. Untuk itu Visi Undip bisa direinvensi menjadi, misalnya: pada tahun 2018 Undip diakui secara nasional dan regional sebagai pusat kebudayaan.
Suasana pemilihan Rektor Undip harus diakui memang agak menghangat. Beberapa diskusi dan jajak pendapat serta lontaran komentar di berbagai media massa membuat proses pemilihan rektor jadi lebih bergairah. Namun Rektor Undip saat ini terlihat santai saja, ketika ditanya peluangnya untuk menjabat kembali. "Saya siap jadi dan tidak jadi," ungkapnya, ketika ditemui di rumah dinasnya.
Hanya saja ia mengharapkan persaingan memperebutkan posisi rektor, harus tetap dijalankan secara bersahabat. "Tunjukkan kemampuan supaya senat menilai dan siapapun yang jadi yang lain harus mendukung," ungkapnya. Prof Satoto dan Prof Sudharto bersikap optimis terhadap pencalonannya sebagai rektor. Prof Satoto juga membenarkan ia sudah mendapat dukungan dari sejumlah anggota senat.Ketua Pusat Penelitian Kesehatan Lemlit Undip, Prof Fatimah, satu-satunya calon rektor wanita, juga tetap percaya diri. Karena ia memenuhi syarat sebagai calon rektor, maka ia tak menolak ketika senat memintanya untuk menjadi salah-satu kandidat pimpinan Undip. "Yang memenuhi syarat sebenarnya ada sekitar 27 orang," ujarnya, ketika ditemui di Dewan Riset Daerah Jateng, masih dengan pakaian olahraga. Meski demikian ia mengaku tak
|
berambisi menjadi Rektor Undip. Ia mengikuti proses pemilihan Rektor Undip, sebagai upaya latihan (excercise) demokrasi di almamaternya.
Pembantu Rektor III Undip, Prof Budi Prajitno juga siap untuk bersaing memperebutkan kursi rektor. "Jabatan rektor sangat strategis dan menjanjikan untuk berkarir. Seorang yang berprofesi sebagai pendidik kalau sudah menduduki sebagai rektor konsekuensinya, waktu akan banyak tersita untuk memikirkan Undip secara keseluruhan dan untuk mengajar akan berkurang," ungkapnya.
Program Ekstensi
Program ekstensi jadi bahan perdebatan antar calon rektor. Prof Eko menyatakan memang ada pro-kontra dalam program ekstensi. "Ekstensi sebenarnya memanfaatkan sumber daya yang ada. Sebelumnya dosen selesai mengajar jam 1, sore harinya ngobyek kemana-mana, sehingga kehilangan waktu, tenaga dan pikiran," jelasnya.
Dengan program ekstensi, justru mahasiswa reguler tidak protes karena dosennya sekarang lebih gampang ditemui dari pada dulu. Selain itu fasilitas di kampus lebih banyak berkembang dangan program tersebut. SPP reguler sebenarnya pos rugi, dana untuk pemeliharaan yang harusnya setahun, tiga bulan sudah habis, apalagi listrik dan telepon naik. Ekstensi juga berpeluang menjaring sisa-sisa calon mahasiswa yang tak diterima lewat UMPTN, karena Undip hanya bisa menerima 3,61% saja. "Semua program ekstensi itu sudah ada ijinnya," tegas Prof Eko.
Sedang Prof Sudharto menyatakan perlunya pembenahan pada program ekstension. Diakuinya, pada awal mulanya penyelenggaraan program ini adalah memberi kesempatan kepada masyarakat luas agar dapat masuk ke perguruan tinggi, sebagai bentuk pemerataan pendidikan dan pengembangan SDM. Pada awalnya program ekstension ini dikhususkan sebagai jenjang lanjutan bagi yang telah memiliki pengalaman bekerja minimal selama 2 tahun. "Aturan-aturan inilah yang sebaiknya diberlakukan dalam pengembangan program ekstension di Undip," tandasnya. Maklum, saat ini peserta ekstension juga lulusan SMA. Hal inilah yang bisa menimbulkan ketidakadilan, seperti yang diungkapkan Prof Fatimah.
"Mahasiswa reguler harus bersusah payah untuk masuk Undip lewat UMPTN, sementara mahasiswa ekstension bisa kuliah hanya lewat seleksi di Undip saja," jelasnya. Maka ia terpaksa trenyuh kalau melihat spanduk di jalanan yang mempromosikan tak perlu kecewa bila gagal di UMPTN, karena masih ada program ekstensi.
"Harus dibuat garis lurus antara program reguler dan ekstensi. Misalnya ijazahnya dibuat berbeda, seperti yang terjadi di luar negeri," ungkapnya. Sedang untuk tambahan penghasilan dosen, mereka tak hanya bisa mengajar di luar Undip, namun juga praktek profesinya dan melakukan penelitian
Prof Satoto juga menyatakan perlunya sikap adil dan mengayomi bagi masyarakat dalam berbagai hal, khususnya dalam hal-hal terkait penerimaan mahasiswa dan proses belajar mengajar di Undip. Namun, ia bukannya tidak setuju dengan program ekstensi, hanya saja perlu adanya keadilan dan 'empan-papan'.
Kualitas Undip
Menurut Prof Sudharto, berbagai upaya untuk mengangkat prestasi dan kualitas Undip, yang perlu mendapat perhatian adalah masalah anggaran pendidikan. Karena bagaimanapun juga berbagai upaya ke depan itu sangat membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Untuk itu ia mengemukakan Undip harus mampu menghasilkan produk yang bisa dijual kepada publik, terutama pada dunia industri. "Dana sumbangan dari mahasiswa yang kenaikannya tidak lebih dari 30% itu, tidak bisa sepenuhnya untuk menunjang biaya pendidikan," ungkapnya.
Sedang Prof Eko menyatakan Undip siap mengikuti seleksi secara kompetitif yang dilakukan Depdiknas untuk pengembangan program studi, misalnya dalam program DUE, QUE dan TPSDP. "Misalnya, saat ini para pengelola jurusan antusias mengikuti program TPSDP. Dari tujuh yang diusulkan dapat tiga, yaitu Elektro, Perikanan dan Kelautan. Sebelumnya Sipil juga telah mendapatkannya, sehingga kini mereka saling berebut mengikuti seleksi tersebut," paparnya.
Prof Fatimah mengharapkan kampus Tembalang bisa ditata lebih sejuk dan asri. Misalnya lahan kosong bisa dibuat hutan buatan, sehingga suasana kampus terlihat teduh dan segar, seperti yang dilihatnya di luar negeri.
Lalu siapa yang terpilih sebagai Rektor Undip mendatang? Mari kita tunggu saja hasil coblosannya tanggal 6 Maret mendatang. (tim)
|