EDISI Januari 2002  -------  REFLEKSI
Tabloid GEMA Alumni Undip
Redaksi / TU :
Kantor DPP Ika Undip
Jl. Atmodirono No. 11 Semarang
Telp. 024 - 8411562
Email : [email protected]
© Gema Alumni Undip, 2002
Menumbuhkan Sikap Kritis

TeguhAda BK yang kharismatis, seorang singa podium yang garang dan pecinta wanita cantik, namun jatuh karena tak mau melihat ideologi nasakomnya pecah.

Ada Pak Harto, Bapak Pembangunan kita, the smiling general yang piawai membangun, namun terjebak dalam KKN, sehingga badai reformasi menjatuhkannya dari Istana Negara.

Ada Habibie, teknolog piawai yang menjadikan kursi kepresidenan tak lagi angker, dengan sikapnya yang spontan dan jenaka, jatuh karena stempel Orde Baru. Ada Gus Dur, budayawan humanis dan demokratis, yang terjungkal karena lebih banyak menciptakan musuh daripada sahabat. Ada pula Ibu Mega yang dengan tenang, teduh dan tak banyak bicara memimpin negeri ini. Meski bagi kalangan yang tak sepakat dengannya, bisa saja menilainya tidak punya visi dan sikap dalam memerintah.

Indonesia saat ini memang sangat memprihatinkan. Ajakan GAM untuk mogok kerja massal di Aceh ternyata diikuti mayoritas rakyat disana, entah karena takut atau memang mereka menginginkan lepas dari Indonesia. Pengadilan bagi oknum tentara yang membunuh rakyat Aceh dari masa Orba sampai saat ini memang belum bisa direalisasi. Di Irja, rakyat masih menanti pengusutan polisi dan TNI mengenai kasus terbunuhnya Theys. Sementara rakyat kian terbiasa main hakim sendiri...

Sungguh memang tidak mudah bagi siapa saja untuk menjadi pemimpin saat ini. Alangkah baiknya bila segenap kekuatan disatukan untuk membangun negeri ini. Meski demikian tradisi demokrasi, saling mengingatkan serta mengkritik pihak lain secara santun dan beradab perlu dibudayakan. Untuk itu perlu sikap kritis.Untunglah Undip masih memiliki Darmanto Jatman dan Satjipto Rahardjo yang cukup kritis mengamati persoalan budaya dan hukum di negeri ini.

Sayang kita belum memiliki pengamat ekonomi yang cukup andal di tingkat nasional. Kita juga belum memiliki peneliti dan akademisi sekelas George atau Arief Budiman yang begitu berani mneyampaikan sikap dan analisisnya di tengah masa otoriter Orba dan era reformasi saat ini. Undip tampaknya juga jarang mengadakan forum akbar yang memunculkan sikap dan sarannya mengenai situasi saat ini dan masa depan republik ini.

Mau dibawa kemana republik ini? Ada perdebatan mengenai perlunya kita meniru Amerika dengan sistim perwakilan bikameralnya: ada kongres dan senat. Pemilu dijalankan dengan sistim distrik, sehingga hanya orang yang benar-benar populer dan memperjuangkan aspirasi rakyat yang bisa terpilih menjadi wakil rakyat. Dan Amerika hanya memerlukan dua partai besar: Republik dan Demokrat, sedang kita memiliki puluhan partai yang lebih menyandarkan pada tokoh dan sentimen keagamaan, bukan dengan platform yang jelas dilaksanakan.

Ekstrimisme keagamaan memang perlu diwaspadai agar tidak mencederai toleransi beragama, atau bahkan memunculkan teror. Memang kepada Tuhanlah kita bersandar, namun janganlah ketaatan kita dalam beribadah, lantas mendiskreditkan pemeluk agama yang lain. Hanya Tuhanlah yang benar-benar tahu sedetil apa perilaku kita. Marilah nasionalisme kita bangun kembali, dimulai dari pribadi kita sendiri.      

Teguh Arga

Salah-satu hal yang banyak dibicarakan dalam Munas V Ika Undip lalu adalah persoalan komunikasi antar pengurus dan alumni Undip yang sudah tersebar di seluruh nusantara. Jawaban tepatnya adalah membuat website. Syukur alhamdulillah dengan bantuan dari berbagai pihak, website www.alumniundip.com ini akhirnya bisa direalisasikan.

Ide awal website ini berasal dari Panitia Munas V Ika Undip yang ingin merealisasikan hasil-hasil munas. Pembukaan web ini diharapkan bisa memperlancar arus komunikasi antar pengurus dan alumni Undip. Untuk itu peran serta anda sangat kami harapkan dalam mengisi web ini. Berita keluarga, kritik dan saran serta dukungan sponsor dari anda sangat kami harapkan.

Kali ini ada polling mengenai calon Rektor Undip ideal pilihan anda, yang juga kami tunggu partisipasi anda untuk mengikutinya. Akhirnya tak ada gading yang tak retak. Selamat menikmati dan mengisi web ini: dari anda untuk kita semua. Jayalah Ika Undip!

***
Era reformasi telah datang dan dinikmati banyak orang. Ada kebebasan berpendapat dan mengkritik pihak lain. Kedewasaan seseorang justru diukur dari sejauhmana dia mau dan mampu menerima kritik. Seorang sahabat sejati tidak hanya akan memberikan pujian tapi juga kritik agar kita tak terjerembab dalam kesalahan yang fatal. Hanya saja harus diakui secara jujur, kritik itu menyakitkan, memang. Adalah sesuatu hal yang sangat manusiawi, ketika kita lebih senang dipuji daripada dikritik.

Mungkin kita tidak menjadi bangsa yang begini amburadul, ketika dulu kita terbiasa untuk saling memberi koreksi, sehingga kesalahan bisa dicegah sejak dini. Dalam era multipartai saat ini sangat terbuka kemungkinan antar parpol untuk mengungkap kesalahan partai lain. Apalagi menjelang Pemilu 2004, parpol sedang sibuk menggali dana.

Saat ini partai Golkar sedang diguncang dengan isu Buloggate jilid dua, sedang Ketua Umum PDI-P yang juga RI-1 disentil gara-gara kunjungan suaminya ke Cina. George Junus Aditjondro dalam suatu debat di SCTV, juga mengkritik kunjungan Taufik Kiemas ke Papua Barat atas tanggungan Freeport, karena jumlah rombongannya yang terlalu banyak. Mantan dosen UKSW itu juga menilai RI-1 dan suaminya tidak transparan dalam memberikan laporan kekayaannya kepada KPKPN.

Panda Nababan, anggota DPR RI dari PDI-P, dalam debat itu ganti mengkritik George. Ia dengan keras mengingatkan peneliti yang kini tinggal di mancanegara itu agar tidak bersikap seperti turis yang menyebar isu tanpa didukung data akurat, yang menyebabkan masyarakat kita heboh, lalu sesudah itu ia pulang lagi ke luar negeri. Tinggallah masyarakat sibuk membicarakan isu yang dimunculkan peneliti berjanggut lebat itu. Panda mengharapkan George mau tinggal di Indonesia dan menghadapi problem bersama. Begitulah dua pihak bisa saling mengkritik dan masyarakat bisa menilai sendiri pihak mana yang benar sesuai dengan nurani dan sikap politiknya. Hikmahnya, parpol akan lebih berhati-hati dalam berperilaku, karena dengan kebebasan pers, semua kesalahan bakal akan terungkap.

Dalam lingkup yang lebih kecil, suasana pemilihan Rektor Undip mendatang juga diwarnai kritik mengkritik. Mungkin agar suasana di Undip yang terkesan begitu adem-ayem ini agak lebih menghangat. Ada lontaran agar Prof Eko lebih serius memimpin Undip, walau dengan gayanya yang humoris, puitis dan akrab, prestasi Undip juga telah terangkat lebih maju. Apalagi kalau lebih serius, barangkali prestasi Undip bakal lebih melangit& Namun begitulah, seorang pemimpin punya style tersendiri. Demikian juga dengan pemimpin nasional kita.

 


Contoh Iklan:260 x 90 = Rp 2.000.000,- /bl

 

 

<< Back