Tabloid GEMA Alumni Undip
|
Prof Dr dr Satoto, Sp.GM |
Sebagai peneliti senior, Satoto menyatakan Undip perlu melakukan langkah-langkah efisiensi yang kongkrit dalam pengelolaannya. Karena pada era otonomi kampus nantinya, lembaga perguruan tinggi, dalam soal pendanaan dan pengelolaan akan dituntut untuk mandiri. "Jika segala kegiatan kita tidak efisien, masa depan Undip tidak tertutup kemungkinan akan terancam," ungkapnya mengingatkan. Maka, sebagai upaya yang ditempuh adalah memperhitungkan segala aspek kegiatan secara efisien dan tepat guna. Menurut Satoto, dengan diberlakukannya otonomi kampus, yang perlu dijadikan tekanan adalah soal keseimbangan penggunaan anggaran. Seperti halnya, kepada daerah di era otonomi daerah sekarang ini. Mereka perlu mencari sumberdana sendiri, termasuk melakukan keseimbangan anggaran. "Jadi perlu ada keseimbangan keuangan. Kalau anggaran yang ada itu sedikit maka kegiatan yang akan dilaksanakan harus sesuai dengan anggaran yang ada," jelasnya. Pemberian kewenangan pemerintah kepada perguruan tinggi dalam pengambilan keputusan. Seperti yang diterangkan pada PP Nomor 60, pemilihan rektor dilakukan oleh menteri. Sedang pada PP Nomor 61 menerangkan, pengangkatan rektor dilakukan oleh dewan amanat. "Kalau saya ditanya kapan Undip siap melaksanakan, dengan adanya otonomi kampus. Saya akan menjawab hari inipun saya siap," tegas Satoto. Mengenai definisi biaya operasional pada perguruan tinggi, menurut Satoto tidak ada jalan lain kecuali harus bekerja keras untuk mencari dana baik dari masyarakat ataupun dari mahasiswa melalui SPP. Sehingga tidak seperti kejadian saat ini dimana mahasiswa harus tawar-menawar dengan perguruan tinggi mengenai biaya pendidikan yang harus dibayar. indrang/fat/tg |
Prof Dr dr Satoto, Sp.GM, termasuk salah satu alumnus Undip yang dicalonkan sebagai rektor Undip. Pandangannya tentang dunia pendidikan, nampaknya cukup untuk diperhitungkan. Apalagi, Satoto pada lingkup Jawa Tengah, dikenal sebagai peneliti yang handal. Tidak mengherankan jika Pemerintah Propinsi Jawa Tengah, mempercayai dirinya sebagai Ketua Dewan Riset Daerah yang bermarkas di Jalan Imam Bonjol, Semarang. Menurut Prof Dr Satoto, pendidikan jenjang Strata Satu (S1) mestinya harus ditempuh oleh mahasiswa maksimal 5 tahun. Pasalnya, bila melebihi target maksimal itu, selain tidak efisien, keuangan negara juga ikut dirugikan, karena terlalu lama memberi subsidi pendidikan pada mahasiswa itu. Begitu juga dengan program S2, mestinya batasannya cukup 2 tahun. Tapi, kenyataannya ditempuh sampai 3 sampai 5 tahun. "Ini menurut saya perlu ada efisiensi dalam dunia pendidikan itu sendiri," kata Satoto. Satoto, yang juga dikenal sebagai tokoh PMI Jawa Tengah ini mengusulkan ada semacam penelitian dan pengkajian, yang membuat waktu tempuh pendidikan itu menjadi lama. Jadi kegiatan yang membuat lama pendidikan harus dapat dikaji kembali. "Seperti halnya pada mata kuliah Kuliah Kerja Nyata atau yang lebih dikenal KKN, keuntungan apa yang didapat oleh mahasiswa dan masyarakat pada jangka panjangnya," ungkap alumnus Fakultas Kedokteran Undip tahun tahun 1971 ini. Menurutnya, dalam program KKN, mahasiswa justru akan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Karena harus dapat memberikan sumbangan kepada masyarakat baik itu berupa sumbangan moril atau material. Sedang pada masyarakat keuntungan yang didapat hanyalah pembangunan yang bersifat sementara, seperti pembuatan papan nama, perbaikan mushola ataupun ceramah-ceramah kepada masyarakat. Termasuk pembuatan skripsi, sebagai tugas akhir mahasiswa sebelum meninggalkan bangku kuliah, juga mendapat sorotan kritis dari Prof Satoto. karena dalam pembuatan skripsi, mahasiswa memerlukan dana yang tidak sedikit. Sementara, perlakuan studinya antara mahasiswa ekstensi dengan reguler relatif sama. Mungkin yang membedakan pada tingkat besaran SPP-nya. Padahal, lulusan SMU yang akan masuk ke Undip, persaingannya cukup ketat bahkan relatif sulit. Sedangkan mahasiswa ekstensi ternyata mengalami kemudahan, asal memiliki dana yang cukup kuat. "Tapi soal mutu lulusan, saya berkeyakinan tetap lebih baik mahasiswa Undip yang reguler," jelas Satoto. Dikhawatirkan Undip sebagai lembaga pendidikan tinggi di masa yang akan datang akan mengalami kemerosotan mutu. Karena tidak ada perbedaan yang jelas antara mahasiswa ekstensi dengan yang reguler. Satoto juga mengungkapkan kekhawatirannya, dosen - dosen nantinya akan lebih memilih mengajar di program ekstensi dari pada program reguler. Pasalnya, gaji seorang dosen negeri lebih kecil. "Kita tahu gaji pegawai negeri kecil tetapi kita sebagai lembaga pendidikan tinggi tidak perlu ngecer," katanya mengkritik. |